Konflik Rempang Batam: Pemolisian Demokratis di Persimpangan Jalan

Konflik Rempang Batam: Pemolisian Demokratis di Persimpangan Jalan-Konflik Rempang Batam adalah bentrokan yang terjadi antara warga Rempang dengan aparat gabungan Polisi dan TNI di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau pada 7 September 2023. Konflik ini dipicu oleh penolakan sebagian warga setempat mengenai rencana pengembangan kawasan ekonomi baru Rempang Eco-city di Pulau Rempang, Kepulauan Riau. Konflik ini memperlihatkan kembali persoalan-persoalan klasik yang terus berulang ketika polisi dihadapkan pada situasi dilema antara melindungi kebijakan pemerintah pusat atau melindungi aspirasi masyarakat. Ketegangan ini selalu menujukkan polisi berada dalam pusaran konflik antara pemerintah pusat dan masyarakat.

Salah satu persoalan yang dapat disoroti terkait Tragedi Konflik Rempang adalah implementasi pemolisian demokratis yang selama ini menjadi visi dari reformasi sektor kepolisian menghadapi tantangan manakala dihadapkan pada persepsi keamanan negara (baca: kepentingan negara). Pasalnya, di satu sisi, pemerintah memiliki persepsi bahwa pembangunan ekonomi nasional melalui pengembangan kawasan ekonomi baru Rempang Eco-city di Pulau Rempang, akan membantu mengamankan ekonomi negara. Akan tetapi, kepentingan pemerintah ini tidak sejalan dengan sebagian, dan bahkan mayoritas warga di Pulau Rempang. Dalam konteks tersebut, praktik penyelenggaraan keamanan oleh aparat polisi dihadapkan pada banyak implikasi dan juga dilema yang muncul dan mau tidak mau menjadi terlibat di dalamnya: baik itu di ranah filosofis, konseptual, maupun di ranah praktis dan strategi kebijakan. Lantas, persoalan apa saja yang timbul dari tragedi konflik Rempang bagi aparat polisi?

Perbedaan Persepsi
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polsi) pasca-reformasi 1998 melakukan berbagai langkah perubahan, baik itu perubahan dalam aspek struktural, instrumental, maupun kultural. Landasan perubahan ini menjadi dasar bagi perjalanan Polri pasca-reformasi 1998. Pada intinya, reformasi sektor kepolisian menuntut bahwa derap langkah Polri perlu menyesuaikan diri dengan prinsip-prinsip negara demokratis.

Baca Juga:  Asal-Usul Sejarah Kepolisian Indonesia Pra-Kemerdekaan

Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, Polri dituntut untuk mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi, hak asasi manusia, dan supremasi hukum. Mengutip Sulistyo dan Karnavian (2017), pemolisian demokratis adalah penyelenggaraan dan pengupayaan pemolisian melalui koridor dan proses demokratis. Dalam hal ini, pelaksanaan tugas dan fungsi pemolisian dilakukan dengan menghormati hak asasi manusia, termasuk hak asasi yang masuk dalam kategori ekonomi, sosial, dan budaya. Oleh karena itu, wajah pemolisian demokratis sesungguhnya ingin menampilkan peran polisi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Bukan sebaliknya, polisi sebagai alat kontrol pemerintah terhadap masyarakat dan alat penundukkan masyarakat.

Dalam tragedi konflik Rempang, wajah pemolisian demokratis tersandra oleh kepentingan pemerintah (baca: negara) yang ngotot untuk membangun Kawasan ekonomi baru yang diklaim dapat meningkatkan perekonomian nasional dan kesejahteraan warga setempat. Misalnya, pernyatan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia yang menegaskan bahwa “pemerintah bakal tetap mempercepat pembangunan Rempang Eco City di tengah konflik warga dengan aparat”(CNN, 2023). Bahkan seperti dikutip CNN, Menteri Investasi mengklaim “Kalau ini lepas, itu berarti potensi capaian PAD (pendapatan asli daerah) dan penciptaan lapangan pekerjaan untuk saudara-saudara kita di sini akan hilang,” ujar Menteri Investasi, BahlilLahadalia.

Pernyataan Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia menunjukkan upaya menormalisasi kritik dan suara penolakan warga di Pulau Rempang. Pemerintah tampaknya tidak memiliki rasa krisis maupun kapasitas untuk merespons penolakan warga, sehingga cenderung meremehkan aksi unjuk rasa atau demonstrasi dari warga di Pulau Rempang yang menolak pengembangan kawasan ekonomi baru Rempang Eco-city. Dalam menghadapi pemolakan warga di Pulau Rempang, pemerintah malah lebih mempertimbangkan pendekatan ekonomi. Pemerintah tampaknya ingin menjaga citra Indonesia aman dan stabil untuk meyakinkan investor.

Baca Juga:  Mengapa Diperlukan Pemolisian Demokratis?

Dilema Kepolisian
Dilema kepolisian merujuk pada situasi di mana aparat kepolisian menghadapi pilihan sulit atau konflik moral dalam menjalankan tugas mereka. Dalam tragedi konflik di Rempang, dilema kepolisian melibatkan pertimbangan antara melaksanakan ketetapan pemerintah atau melindungi masyarakat. Oleh karena itu, pemolisian demokratis sering kali dihadapkan pada tantangan oligarki dan oligopoli yang menyekap independensi kepolisian dalam kaitannya dengan penyelenggaraan keamanan masyarakat yang demokratis (Neocleous 2011). Atas dasar itu, persepsi keamanan masyarakat dianggap hanya merujuk pada keamanan bagi proses akumulasi modal yang menguntungkan kelas atas semata (Neocleous 2000; Rigakos 2016).

Oleh karena itu, konflik Rempang memperlihatkan dilema kepolisian antara menjadi pelindung masyarakat atau pelindung kepentingan pemerintah. Pasalnya, pernyataan pemerintah melalui Menteri Investasi seperti dikutip di atas menunjukkan bahwa pendekatan ekonomi “pemerintah” menjadi obyek acuan dari kebijakan pemerintah, dan bukan mengacu pada kepentingan dari aspirasi masyarakat, khususnya di Pulau Rempang.

Dengan demikian, mengurai persoalan konflik di Pulau Rempang tidak cukup dengan menekankan pendekatan ekonomi untuk menjaga citra Indonesia yang aman dan stabil bagi para investor. Melainkan juga perlu membangun keseimbangan antara kepentingan negara dan aspirasi masyarakat di Pulau Rempang.

Akhirnya, pembiaran pemerintah terhadap protes warga yang merasa dirugikan terkait proyek pengembangan Rempang Eco-city akan membawa dampak secara sistemik -meski tidak mencolok- yang dapat mengubah sendi-sendi sosial masyarakat, pilar-pilar kebudayaan dan kebangsaan, dan bahkan norma dan aturan politik hukum.***

 

 

 

 

Referensi
CNN.com, “Bahlil Ungkap Alasan Proyek Rempang Dipercepat, Singgung Singapuram,” Senin 18 September 2023.https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20230918094444-92-1000284/bahlil-ungkap-alasan-proyek-rempang-dipercepat-singgung-singapura.

Neocleous, Mark. (2011). ‘A Brighter and Nicer New Life’: Security as Pacification. Social & Legal Studies, 20(2), 191–208

Baca Juga:  Asal-Usul TriBrata sebagai Pedoman Hidup Anggota Polisi

Neocleous, Mark. The Fabrication of Social Order A Critical Theory of Police Power. London: Pluto Press, 2000.

Johansen, Robert C. (1991). “Real Security Is Democratic Security.” Alternatives 16: 209–42

George S. Rigakos, Security/Capital: A General Theory of Pacifi Cation. Edinburgh: Edinburgh University Press, 2016

Muhammad Tito Karnavian dan Hermawan Sulistyo, Democratic Policing, Jakarta: Pensil 324, 2017.

Tinggalkan komentar

error: Content is protected !!