Perbedaan Konsep Politik Barat dan Politik Islam

Konsepsi politik dalam Islam punya titik berangkat yang berbeda, dengan konsepsi politik dalam tradisi Barat. Dalam tradisi politik Barat, politik adalah demokrasi, yang berangkat dari asumsi dasar apakah otoritas politik dipegang oleh satu orang atau lebih, kemudian memunculkan sejumlah konsep politik pemerintahan, seperti otokrasi, oligarki, poliarki dan sejumlah konsepsi politik demokrasi yang beraneka ragam.

Sebaliknya, tradisi politik dalam Islam berangkat dari problem teologis kepemimpinan (imamah) menyangkut keberlangsungan Islam sehingga dihukumi status wajib fardlu kifayah dalam tradisi Islam. Problem teologis ini kemudian melahirkan sejumlah gerakan perjuangan politik dengan beragam penafsiran, dari tafsir yang lebih persuasif hingga tendensius dan radikal ekstremis.

Oleh karena itu, ada perbedaan signifikan dalam berbagai aspek, termasuk sumber otoritas politik, struktur pemerintahan, nilai-nilai politik, dan pandangan terhadap hubungan agama dan negara. Berikut adalah beberapa perbedaan utama antara kedua tradisi tersebut:

foto20edit

 

 

 

Sumber Otoritas Politik

Tradisi politik Barat, sumber otoritas politik dipengaruhi oleh pemikiran Yunani Kuno, seperti Plato dan Aristoteles mengenai ide-ide tentang kedaulatan rakyat. Sumber otoritas politik dalam tradisi Barat sering kali ditemukan dalam konstitusi dan hukum yang dibuat oleh manusia. Pemerintahan demokratis, republik, dan monarki konstitusional adalah bentuk-bentuk umum dari sistem politik Barat.

Dalam tradisi Islam, sumber otoritas politik utama adalah hukum Islam atau syariah. Kepemimpinan dalam tradisi Islam sering kali dikaitkan dengan agama, dan otoritas tertinggi sering dilihat sebagai ulama atau pemimpin agama yang kompeten. Negara-negara yang mengikuti tradisi Islam sering memiliki sistem politik yang diatur oleh prinsip-prinsip syariah.

Hubungan Agama dan Negara

Tradisi politik Barat menekankan pemikiran pemisahan antara negara dan agama. Konsepsi pemisahan ini menjadi ciri khas dari sistem politik Barat sehingga melahirkan pemikiran sekularisme, kebebasan beragama dan toleransi agama. Dalam pengertian ini, negara tidak ikut campur dalam urusan agama dan agama tidak mengatur urusan politik.

Baca Juga:  Hubungan Sipil-Militer di Indonesia

Dalam tradisi Islam, agama dan negara sering kali saling terkait. Dalam literatur klasik tentang pemerintahan, seperti kitab al-Ahkaam al-Shultaniah yang ditulis oleh al-Mawardi bahwa sistem politik dalam tradisi Islam diatur dengan prinsip-prinsip Islam yang bersumber dari al-Qur’an atau As-Sunnah. Oleh karena itu, hubungan antara agama dan politik mencerminkan hubungan yang erat.

Nilai-Nilai Politik

Nilai-nilai politik yang ditekankan dalam tradisi Barat mencakup hak asasi manusia, kebebasan individu, demokrasi, pluralisme, dan supremasi hukum. Konsep-konsep ini mencerminkan perjuangan untuk mencapai keseimbangan antara kekuasaan negara dan hak-hak individu.

Contoh nilai-nilai politik dalam tradisi Islam mencakup keadilan sosial, keseimbangan antara hak dan kewajiban, moralitas, dan supremasi hukum Islam. Prinsip-prinsip ini mencerminkan pandangan bahwa negara harus mengimplementasikan hukum syariah untuk menciptakan masyarakat yang adil dan moral.

Demikian beberapa perbedan konsepsi politik dalam tradisi Barat dan Politik dalam Tradisi Islam. Perbedaan ini menjadi problematis dan melahirkan ketegangan ketika terjadi pemaksaan satu sama lain terhadap pembacaan fenomena politik berbasis Islam dari sudut pandang konsep politik Barat, dan sebaliknya politik Barat dibaca dari sudut pandang politik Islam. Padahal, sumber dan nilai-nilai konsepsi politik di antara keduanya memiliki perbedaan.***

 

 

 

Referensi:

 

Imam al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyyah Wal Wilaayatu al Diniyyah. Edisi Ke-5. Beirut-Lebanon: Dar-al-Kutub, 2015

 

David Held, Models of Democracy, terjemahan Abdul Haris, Jakarta: The Akbar Tandjung Institute, 2007.

 

 

 

Penulis: AA

Tinggalkan komentar

error: Content is protected !!