Asal-Usul TriBrata sebagai Pedoman Hidup Anggota Polisi

Setelah Indonesia mencapai kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, salah satu tindakan penting yang diambil oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) adalah pembentukan institusi kepolisian yang akan menjadi penegak hukum negara yang baru merdeka, termasuk pembentukan watak dan filosofi kepolisian Indonesia yang ingin dibangun.

Setelah Badan Kepolisian di bawah Departemen Dalam Negeri Indonesia dibentuk pada tanggal 19 Agustus 1945 dan pelantikan Raden Said (R.S) Soekanto sebagai Kepala Kepolisian Negara (KKN) pada tanggal 29 September 1945, R.S Soekanto menghadapi tugas berat untuk membentuk “Kepolisian Nasional” yang meliputi yaitu struktur kepolisian, watak polisi negara, dan falsafah hidup polisi negara. Oleh karena itu, R.S Soekanto sebagai Kepala Kepolisian Negara tidak hanya memikirkan aspek kelembagaan kepolisian, tetapi juga membangun landasan etis kepolisian.

Pengalaman selama masa kepolisian Hindia-Belanda dan Jepang memberikan tekad kuat bagi R.S Soekanto untuk membentuk kepolisian yang berkarakter sipil dan memiliki keberpihakan terhadap masyarakat, yang berbeda dengan pengalaman masa lalu di bawah pemerintahan Hindia Belanda yang menggunakan polisi sebagai alat politik penguasa atau polisi militer pada masa pendudukan Jepang.

Proses perenungan dan konsultasi dengan berbagai orang akhirnya menemukan konsep Tri Brata sebagai landasan etis dan filosofis bagi anggota Polri. Konsep Tri Brata awalnya merupakan landasan disiplin internal bagi mahasiswa Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) yang digagas oleh Prof. Mr. Djoko Soetono dan Prof. Dr. Prijono. Tri Brata pada awalnya digunakan sebagai panduan moral dan etika bagi mahasiswa PTIK dalam menjalani pendidikan mereka.

Baca Juga: Asal-Usul Kepolisian di Indonesia (Pasca-Kemerdekaan)

Istilah “Tri Brata” sendiri berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri dari dua kata, yaitu “Tri” yang berarti tiga, dan “Brata” yang berarti nazar atau janji pada diri sendiri jika menjadi atau mencapai sesuatu. Hal ini memberikan makna yang mendalam terkait dengan komitmen dan tanggung jawab yang harus dipegang oleh anggota Polri. Dalam pengertian ini, Tri Brata menunjukkan pentingnya tiga nazar atau janji sebagai bagian dari prinsip-prinsip etika yang harus diikuti oleh anggota Polri dalam menjalankan tugas mereka dengan integritas dan dedikasi tinggi.

Baca Juga:  Apakah Polisi Punya Kewenangan “Memukul” Peserta Unjuk Rasa atau Demonstrasi?

Tri Brata sendiri pada awalnya rumusannya berbunyi, antara lain:

  1. Rastra Sewakottama (Abdi pada Nusan dan Bangsa): Prinsip ini menggarisbawahi pengabdian tertinggi anggota Polri terhadap nusa (negara) dan bangsa (masyarakat). Anggota Polri diharapkan menjadi abdi utama yang melayani dengan penuh dedikasi untuk kepentingan negara dan rakyat;
  2. Nagara Janottama (warga negara tauladan daripada negara). Prinsip ini menekankan bahwa anggota Polri harus menjadi warga negara yang menjadi tauladan bagi masyarakat. Mereka diharapkan menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etika, dan hukum yang berlaku dalam negara.
  3. Jana Anusasana Dharma (wajib menjaga ketertiban pribadi daripada rakyat). Prinsip ini menekankan pentingnya menjaga ketertiban pribadi dan ketertiban masyarakat secara umum. Anggota Polri diharapkan memiliki kedisiplinan tinggi dan bertanggung jawab untuk menjaga ketertiban dan keamanan di dalam masyarakat.

Penggunaan istilah “tiga jalan” menunjukkan bahwa Tri Brata bukan hanya sekadar aturan atau panduan formal, tetapi juga merupakan prinsip-prinsip yang melekat dalam hati dan sanubari anggota Polri, mengilhami mereka untuk bertindak dengan baik dan menjalankan tugas dengan penuh dedikasi kepada masyarakat dan negara.

Tri Brata yang awal mulanya sebagai landasan etis dan filosofis para mahasiswa PTIK akhirnya diserahkan oleh Kepala Kepolisian Negara, R.S Soekanto untuk diikrarkan sebagai pedoman hidup seluruh anggota kepolisian RI pada peringatan 1 Juli 1955. Tri Brata sebagai landasan pedoman hidup anggota polisi Indonesia mendapatkan sambutan hangat dari Presiden Soekarno pada peringatan 1 Juli 1955. Presiden menganjurkan agar polisi betul-betul menjalankan tugasnya menurut Tri Brata yang baru saja diikrarkan oleh KKN Soekanto.

Sambutan hangat dari Presiden Soekarno pada peringatan 1 Juli 1955 terhadap pengikraran Tri Brata sebagai pedoman hidup anggota Polri adalah sebuah tanda pengakuan dan dukungan yang sangat penting.

Baca Juga:  Asal-Usul Polisi: Manajemen Kepolisian Modern

Sambutan Presiden Soekarno tersebut juga mencerminkan komitmen pemerintah dan kepemimpinan negara terhadap pembentukan kepolisian yang memiliki integritas, profesionalisme, dan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Dengan dukungan pemerintah, Tri Brata semakin mengakar dalam budaya organisasi Polri dan menjadi pedoman yang diterapkan dalam setiap aspek kerja kepolisian.

Respon baik pemerintah terhadap konsep Tri Brata mendorong Kepala Kepolisian Negara, R.S. Soekanto untuk terus melakukan penyempurnakan terhadap konsep Tri Brata. Seperti penyelenggaraan Konferensi Dinas Kepolisian pada tanggal 5 Mei Hingga 7 Mei 1958 di Bandung yang salah satunya membahas rumusan Tri Brata.

Puncaknya, reformasi politik di Indonesia pada tahun 1998 mendorong lembaga Polri untuk mereformasi diri dalam aspek instrumental, struktural, dan kultural, termasuk di dalamnya menetapkan serta merumuskan konsep Tri Brata berdasarkan Surat Keputusan Kapolri No.Pol : Skep/17/VI/2002, tanggal  24 Juni 2002 dengan mengesahkan  Pemaknaan baru  Tri Brata, yang kemudian ditulis menjadi satu kata Tribrata.

Adapun rumusan Tribata dengan menggunakan Bahasa Indonesia secara penuh, yaitu: 

TRIBRATA, kami Polisi Indonesia :

  • Satu, berbakti kepada nusa dan bangsa dengan penuh ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa
  • Dua, menjunjung tinggi kebenaran, keadilan dan kemanusiaan dalam menegakkan hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
  • Tiga, senantiasa melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat dengan keikhlasan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban.

Akhirnya, dengan memahami dan mengamalkan prinsip-prinsip TRIBRATA ini, anggota Polri diharapkan dapat menjalankan tugas mereka dengan integritas, profesionalisme, dan dedikasi tinggi untuk kebaikan negara dan masyarakat.

 
 
 
 
Referensi:
 
Awaloedin Djamin & G. Ambar Wulan, Jenderal Polisi R.S Soekanto Tjokrodiatmodjo: Bapak Kepolisian Negara RI Peletak Dasar Kepolisian Nasional Yang Profesioanal dan Modern, Jakarta: Kompas, 2011
 
 
 
Penulis: AA

Tinggalkan komentar

error: Content is protected !!