Perkembangan Makna Jihad dalam Islam

Istilah “jihad” adalah sebuah kata dalam bahasa Arab yang memiliki makna yang bervariasi tergantung pada konteks dan pemahaman budaya serta agama. Perkembangan makna istilah ini telah mengalami evolusi sepanjang sejarah dan seringkali menjadi topik kontroversial. Lantas, bagaimana perkembangan pengertian jihad itu?

Etimologis Jihad
Secara etimologis jihad berasal dari kata juhd yang berarti kesungguhan, kemampuan, kekuatan, kelapangan dan keteguhan. Sedangkan makna jihad sendiri adalah perjuangan. Jihad yaitu berusaha mengerahkan segala kemampuan, kekuatan dan kesungguhan demi tercapainya suatu tujuan. Menurut Ibnu Mandzur dalam kamus Lisan al-‘Arab, asal kata jihad adalah al-juhd yang artinya adalah al-taqah (kekuatan), al-wus’u (usaha) dan al-masyaqqah (kesulitan).

Berasal dari kata kerja jâhada-yujâhidu, masdarnya jihâdan wa mujâhadatan. Selanjutnya, kata al-juhdu bermetamorfosa menjadi jihad. Oleh karena itu, secara etimologis jihad adlah perjuangan dengabn mengerahkan segenap kemampuan, baik perjuangan dalam bentuk melawan musuh di medan pertempuran, atau perjuangan tanpa terjun ke medan pertempuran sekalipun. Dalam hal ini setiap muslim yang berjuang menuntut ilmu kemudian mengamalkan dengan cara berdakwa di jalan Allah SWT, masuk dalam kategori sebagai seorang mujahid.Dalam bahasa Indonesia, padanan kata yang hampir menyamai istilah jihad adalah “perjuangan” karena sifatnya yang umum dan juga mengandung pengertian yang luas. Dari sifatnya yang umum inilah, kata jihad seringkali dipahami secara dangkal bahkan berto

lak belakang dengan makna sesungguhnya. Oleh sebagian orang, jihad dimaknai sebagai perang dan aksi kekerasan yang dilakukan secara mati-matian dengan cara mengerahkan seluruh kemampuan fisik maupun meteriil dalam memerangi musuh-musuh agama.

Terminologi Jihad
Sementara secara terminologi, jihad memiliki makna yang beragam. Menurut Lembaga Riset Bahasa Arab Republik Arab-Mesir dalam al-Mu’jam al-Wasîth, jihad adalah qitâlun man laisa lahu dhimmatun min al-kuffâr (memerangi orang kafir yang tidak ada ikatan perjanjian damai).

Baca Juga:  Asal-Usul Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW

Wahbah Al-Zuhaili mendefinisikan jihad dengan mencurahkan segala kemampuan dengan mengorbankan seluruh jiwa, harta dan lisan untuk memerangi orang kafir. Senada dengan pendapat tersebut, Abdurrahman Abdul Mun’im dalam Mu’jam al-Mushthalahât wa al-Fâdz al-Fiqhiyyah mendefinisikan jihad menjadi empat bagian, pertama, mengerahkan segenap kemampuan untuk memerangi orang kafir. kedua, berjuang dari keragu-raguan dan godaan syahwat yang dibawa oleh setan. ketiga, berjuang dengan keyakinan yang teguh disertai dengan usaha yang sungguh-sungguh dengan cara mengajak kepada yang ma’ruf dan meninggalkan kemungkaran terhadap orang-orang fasik. Keempat, dalam makna serupa dengan pengertian yang ketiga, namun lebih khusus lagi yaitu terhadap orang-orang kafir yang memerangi umat Islam.

Menurut Imam Raghib al-Isfahani, jihad dikategorikan menjadi tiga macam, yakni: (1) jihad berjuang musuh yang kelihatan, (2) jihad melawan setan dan (3) jidah berjuang melawan hawa nafsu. Menurutnya pengkategorian ini termuat dalam Al-Quran Surat Al-Hajj (22):78 dan surat Al-Baqarah (2):218.

Sementara menurut Yusuf al-Qaradhawi dalam bukunya Fiqih Jihad: Sebuah Karya Monumental Terlengkap Tentang Jihad Menurut Al-Quran dan Sunnah, menyebutkan bahwa kata jihad dengan berbagai bentuknya disebut dalam Al-Quran sebanyak 34 kali. Meskipun kemudian kata jihad itu banyak digunakan dalam arti peperangan (al qital) untuk menolong agama dan kehormatan umat, bukan berarti jihad hanya sebatas peperangan. Kata jihad dalam Al-Quran memiliki berbagai makna yakni jihad hawa nafsu, jihad dakwah dan penjelasan, jihad dan sabar.

Selanjutnya, Quraish Shihab memaknai jihad mendefinisikan jihad sebagai cara untuk mencapai tujuan. Menurutnya jihad tidak mengenal putus asa, menyerah, kelesuan dan tidak pemrih. Tetapi jihad tidak dapat dilaksanakan tanpa modal, karena itu mesti disesuaikan dengan modal yang dimiliki dan tujuan yang ingin dicapai. Selama tujuan tercapai dan selama masih ada modal, selama itu jihad dituntut. Jihad merupakan puncak segala aktivitas. Jihad bermula dari upaya mewujudkan jati diri yang bermula dari kesadaran, sedangkan kesadaran harus berdasarkan pengetahuan dan tidak ada paksaan, karena seorang mujahid harus bersedia berkorban tidak mungkin melakukan jihad dengan terpaksa dengan paksaan pihak lain.

Baca Juga:  Asal-Usul Hadramaut Yaman, Bangsa Arab Asli

Ragam Aplikasi Jihad
Dalam pelaksanaannya, jihad dapat dibedakan dalam tiga konteks. Pertama, dalam konteks pribadi; di mana jihad adalah usaha untuk membersihkan pikiran dari pengaruh-pengaruh ajaran selain Allah dengan perjuangan spiritual dalam diri, dan bertaqwa kepada Allah. Kedua, dalam konteks komunitas; di mana jihad berarti berusaha agar ajaran-ajaran agama Islam tetap tegak di masyarakat melalui dakwah dan pembersihan diri dari kemusyrikan. Ketiga, dalam konteks kenegaraan; yang berarti jihad adalah menjaga negara (suatu wilayah Islam) dari serangan luar ataupun pengkhianatan dari dalam guna terwujudnya ketertiban dan ketenangan rakyat dalam beribadah. Konteks ini hanya berlaku untuk wilayah-wilayah yang menerapkan Islam secara menyeluruh. Dari ketiga konteks jihad ini menunjukkan bahwa medan jihad meliputi seluruh lini kehidupan umat Islam. Dari yang terkecil (pribadi) hingga yang berskala luas (negara).

Akhirnya, dapat dipahami bahwa pemahaman tentang jihad sangat bervariasi di seluruh dunia Islam, dan tidak semua Muslim memiliki pandangan yang sama tentang istilah jihad. Oleh karena itu, penting untuk memahami bahwa ada banyak pandangan yang berbeda tentang jihad dalam umat Islam sehingga tidak menggeneralisasi pengertian jihad secara sama yang merujuk pada pengertian “perang” atau “radikalisme” sehingga menyimpang dari konteksnya yang sebenarnya mengenai asal-usul istilah jihad dalam agama Islam.***

 

Referensi:
Abdurrahman Abdul Mun’im, Mu’jam al-Mustalahât wa al-Faz al-Fiqhiyah, Kairo: Dâru al-Fadlah, Cetakan I.Ahmad Mustafa al-Marâghi, Tafsir al-Marâghi, Jilid 10, Beirut: Dâru al-Fikr, 1426/2006.
Ibnu Mandzur, Lisan al-‘Arab, jilid 1, Kairo, Darul Ma’arif, 1119
M. Imam Pamungkas, Akhlak Muslim Modern: Membangun Karakter Generasi Muda, Bandung: Marja, Cetakan I, 2012
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran Tafsir Maudhui atas Pelbagai Persoalan Umat, Cet XIII, Bandung: Mizan, 1996
Majma’ al-Lughah al-‘Arabiyah Jumhuriyah Mishra al-‘Arabi, al-Mu’jam al-Wasîth, Kairo: Maktabah as-Syurûq al-Dauliyah, Cetakan IV, 1429H/2008 M.
Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Beirut: Dar al-Fikr, Juz VI, 1985
Yusuf Qardawi, Fiqih Jihad: Sebuah Karya Monumental Terlengkap Tentang Jihad Menurut Al-Qur’an dan Sunnah, Bandung: Mizan, Cetakan I, 2010.

Baca Juga:  Sejarah Resolusi Jihad NU

Tinggalkan komentar

error: Content is protected !!