Asal-Usul Tenaga Ahli DPR RI

Asal-Usul Tenaga Ahli DPR RI-Ide dasar pembentukan tenaga ahli atau staf ahli sebagai sistem pendukung parlemen berawal dari kebutuhan untuk membantu tugas-tugas anggota legislatif. Praktik ini muncul pada paruh abad ke-19 di negara-negara demokrasi, seperti di Amerika, Inggris dan Perancis. Di AS, sebelum Perang Saudara Amerika, anggota Kongres tidak memiliki bantuan staf atau bahkan kantor, sebaliknya mereka bekerja secara individu (Dewhirst & Rausch, 2007: 77). Lembaga Kongres di AS baru menyetujui pengadaan staf pembantu kinerja anggota legislatif terjadi pada tahun 1893. Puncaknya, pada awal abad ke-20, staf kongres telah menjadi posisi penting bagi kongres dalam membantu tugas-tugas konstitusional anggota Kongres. Lantas, bagaimana sejarah pembentukan tenaga ahli di parlemen Indonesia?

Awal Mula Pembentukan 

Di Indonesia, awal mula wacana pengusulan pengadaan tenaga ahli Deawan Perwakilan Rakyat (DPR) dimulai pada tahun 2003. Pada saat itu, wacana yang muncul adalah asisten pribadi bagi anggota DPR RI sebagai bagian dari supporting system parliament yang tujuannya untuk meningkatkan kinerja anggota dewan (Permana dan Adaba, 2016). Namun demikian, dukungan asisten pribadi terhadap anggota DPR ini banyak terjadi anomali karena lebih banyak anggota DPR yang mengangkat keluarganya sebagai asisten pribadi daripada merekrut secara profesional yang memiliki kemampuan mendukung tugas DPR.

Dalam perkembangannya, pada tahu 2007, Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR kembali memberikan fasilitas satu tenaga ahli bagi setiap anggota DPR. Proses seleksi dilakukan oleh Setjen DPR melalui berbagai rangkaian tes seperti, wawancara, administrasi, dan psikologi (Permana dan Adaba, 2016).

Pada tahun 2009, paying hukum keberadaan tenaga ahli DPR RI disahkan melalui Undang Undang No 27 Tahun 2009 tentang MPR DPR DPD dan DPRD. Pada tahun 2011, jumlah tenaga ahli, yang awalnya berjumlah satu orang untuk setiap legislator bertambah menjadi dua tenaga ahli. Puncaknya, UU MD3 Tahun 2014 menambahkan jumlah staf ahli untuk setiap anggota paling sedikit 5 (lima) orang untuk setiap anggota.

Baca Juga:  Profesionalisme Militer

Dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang Majelis permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3). Penjelasan mengenai Tenaga Ahli ditemukan dalam Pasal 41 ayat (1) UU MD3 yang menyebutkan : “Tenaga ahli alat kelengkapan DPR, tenaga ahli anggota DPR, dan tenaga ahli fraksi adalah tenaga yang memiliki keahlian tertentu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi alat kelengkapan DPR, anggota dan fraksi.” Pengertian ini diperjelas melalui  Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, bahwa : “Tenaga Ahli DPR yang selanjutnya disebut Tenaga Ahli adalah bagian dari sistem pendukung DPR dengan keahlian tertentu yang direkrut secara khusus oleh Anggota, Pimpinan Alat Kelengkapan Dewan, atau pimpinan Fraksi untuk memberikan dukungan keahlian atau substansi [pada Anggota, Alat Kelengkapan Dewan, atau Fraksi di DPR yang secara adminitrasi ditetapkan dengan keputusan Sekretaris Jenderal”

Adapun formasi tenaga ahli DPR RI terdiri dari, antara lain: a) Tenaga Ahli Anggota; b) Tenaga Ahli Alat Kelengkapan Dewan; dan c) Tenaga Ahli Fraksi. Tenaga Ahli Anggota berjumlah paling sedikit 5 (lima) orang untuk setiap Anggota sesuai dengan ruang lingkup tugas DPR. Tenaga Ahli Alat Kelengkapan Dewan berjumlah paling sedikit 10 (sepuluh) orang untuk setiap Alat Kelengkapan Dewan kecuali Badan Legislasi paling sedikit 15 (lima belas) orang dan Tenaga Ahli Fraksi pada setiap Fraksi berjumlah paling sedikit sejumlah Alat Kelengkapan Dewan dan mendapat tambahan secara proporsional berdasarkan jumlah Anggota pada setiap Fraksi.

Berdasarkan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Adapun ketentuan mengenai tugas tenaga ahli anggota diatur dalam dalam Pasal 29 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2019.

Baca Juga:  Asal-Usul Film G30S/PKI

Berdasarkan hal di atas, upaya meningkatkan kinerja anggota DPR RI di Indonesia dalam menjalankan tugas dan fungsi telah mendapatkan sejumlah fasilitas pendukung, baik insfrastruktur maupun sumber daya manusia. Hal ini sejalan dengan laporan International Foundation for Electoral System (IFES) bahwa lembaga legislatif perlu mendapatkan dukungan fasilitas dan kebutuhan yang meliputi, antara lain: ruang kantor, sekretariat, perpustakaan dan arsip, unit pelayanan riset dan teknologi informasi (IFES, 2005: 27). Oleh karena itu, keberadaan dukungan anggota DPR berupa tenaga ahli merupakan upaya untuk mewujudkan peningkatan kinerja anggota legislatif yang dapat berdampak positif bagi rakyat. Lantas, apakah kinerja anggota DPR mengalami peningkatan?

 

 

 

Referensi

Riris Katharina, “Problematika Tenaga Ahli di DPR RI,” dalam INFO Singkat Pemerintahan Dalam Negeri, Vol. VI, No. 22/II/P3DI/November/ (2014)

Robert E. Dewhirst, John David Rausch, Encyclopedia of the United States Congress, New York: Facts On File, 2007

Yogi Setya Permana, dan Pandu Yuhsina Adaba. “Menelisik Peran Tenaga Ahli Anggota Legislatif.” Jurnal Penelitian Politik , 8 (1), (2016).

 

Tinggalkan komentar

error: Content is protected !!